BANDUNG, TEROPONGMEDIA.ID — Belakangan ini, netizen ramai memperbincangkan sebuah pesan berantai yang beredar luas di media sosial. Pesan tersebut mengajak para orang tua di seluruh Indonesia untuk menjalankan “Gerakan 1821”sebuah gerakan membatasi penggunaan gawai (gadget) mulai pukul 18.00 hingga 21.00 setiap hari. Yang bikin heboh, ajakan tersebut diklaim berasal dari mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Namun, benarkah Anies Baswedan adalah sosok di balik Gerakan 1821?
BACA JUGA:
Cek Fakta : Hollywood Sign Terbakar Akibat Kebakaran Hutan Los Angeles?
Hasil Cek Fakta Teropongmedia
Berdasarkan penelusuran Tim Cek Fakta Teropongmedia.id, informasi tersebut tidak benar alias hoaks. Pesan berantai yang mencatut nama Anies Baswedan itu ternyata bukan berasal dari dirinya, maupun dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta saat ia masih menjabat sebagai gubernur.
Pesan itu sempat dibagikan oleh beberapa akun Facebook pada April 2025 dan memuat narasi sebagai berikut:
“Yth: Para Orang Tua di Seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Dinas Pendidikan…”
“Untuk itu mari kita lawan dengan Gerakan 1821. Gerakan ini adalah himbauan kepada para orangtua untuk melakukan puasa gadget/HP, hanya 3 jam saja, yaitu mulai jam 18.00 s/d 21.00.”
Isi pesan itu memang terdengar baik dan inspiratif. Tapi, perlu dicatat bahwa informasi tersebut bukan berasal dari Anies Baswedan. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta sejak 5 Agustus 2022.
Menurut TGUPP, tidak pernah ada pernyataan resmi dari Anies atau Pemprov DKI Jakarta yang mendukung atau menginisiasi gerakan tersebut.
Lalu, siapa sebenarnya yang pertama kali menyuarakan Gerakan 1821?
Faktanya, imbauan serupa pernah benar-benar dirilis oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, yang secara resmi dipublikasikan di situs web Pemprov Jateng pada (8/4/2022). Gerakan ini bertujuan positif, yakni mendorong kehangatan keluarga dan membatasi paparan gadget pada anak-anak di malam hari.
Namun, mencatut nama tokoh publik tanpa izinapalagi untuk disebarluaskan secara masif—bisa berdampak pada misinformasi dan kebingungan publik. Dalam era digital yang serba cepat ini, bijak bermedia sosial adalah sebuah keharusan.
(Hafidah Rismayanti/Usk)