DPR RI Menilai Kemendikbud Sembrono Soal UKT

[info_penulis_custom]
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah, UKT, perguruan tinggi
Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah (Dok. DPR RI)
[galeri_foto] [youtube_embed]

Bagikan

JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Berbagai kampus ramai menolak kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT). Namun anehnya, Kemendikbud Ristek justru terkesan lepas tangan atas keluhan tersebut dengan alasan kuliah hanyalah tertiary education atau pendidikan tersier.

Uang Kuliah Tunggal (UKT) adalah biaya pendidikan yang dibebankan kepada siswa selama proses pembelajaran berlangsung, di mana periode pembayaran umumnya per semester.

Sikap Kemendibudristek (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi) yang dilontarkan oleh Plt. Sekretaris Dirjen Pendidikan Tinggi, Tjitjik Sri Tjahjandariesoal, menyebutkan bahwa pendidikan tinggi hanyalah tertiary education atau bukan wajib belajar yang merupakan prioritas bagi Pemerintah.

Statemen Plt Dirjen Pendidikan Tinggi tersebut disanggah keras oleh Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah yang menyayangkan pernyataan tersebut.

Ledia bahkan menganggap ungkapan Tjitjik Sri Tjahjandariesoal tersebut sembrono, tidak solutif, dan tidak nyambung.

Masyarakat terutama orangtua dan mahasiswa, kata Ledia, sedang mengeluhkan biaya UKT yang naik berkali-kali lipat menjadi lebih mahal.

Akibatnya, biaya UKT tidak terjangkau bagi banyak keluarga, sampai sudah ada korban yang drop out (DO). Namun pemerintah malah berkelit kalau kuliah itu tertiary education, pilihan pribadi untuk lanjut ke jenjang lebih tinggi, bukan prioritas pemerintah.

“Reaksi ini menurut saya sangat sembrono, tidak solutif dan ibarat Jaka Sembung naik ojek, gak nyambung, Jek,” tegas Ledia dalam keterangan resmi Parlementaria, dikutip Minggu (19/5/2024).

BACA JUGA: DPR RI Desak Polisi Tuntaskan Kasus Kecelakaan Maut Bus Study Tour Trans Putera Fajar

Ledia melanjutkan dari reaksi pemerintah tersebut jadi memunculkan kekhawatiran bahwa karena pendidikan tinggi bukan wajib belajar dan bukan prioritas pemerintah, maka terserah saja mau naik berapa UKT-nya.

“Seolah-olah terserah saja mau semahal apa, terserah mahasiswa sanggup lanjut kuliah atau drop out, karena semua itu adalah pilihan,” ujar Politisi Fraksi PKS ini.

“Sudah seharusnya penentuan nilai harga satuan biaya operasional pendidikan dikontrol oleh pemerintah. Kalau tidak dikontrol dan diawasi, maka akses pendidikan tinggi di Indonesia semakin sulit dijangkau”

Reaksi pemerintah menanggapi mahalnya kenaikan UKT dengan mengingatkan soal tertiary education itu, menurut Ledia, menjadi tidak nyambung karena status PTN itu jelas Perguruan Tinggi Negeri yang berada di bawah naungan negara.

Sehingga, negara harus siap dan harus mau, mengawasi implementasi regulasi penentuan nilai harga satuan biaya operasional pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

“Sudah seharusnya penentuan nilai harga satuan biaya operasional pendidikan dikontrol oleh pemerintah. Kalau tidak dikontrol dan diawasi, maka akses pendidikan tinggi di Indonesia semakin sulit dijangkau, khususnya bagi masyarakat yang memiliki status ekonomi menengah ke bawah. Cita-cita mendulang Generasi Emas 2045 pun bisa hanya tinggal mimpi,” tegas legislator asal dapil Jawa barat I ini pula.

Ledia kembali mengingatkan bahwa Perguruan Tinggi Negeri merupakan investasi negara terhadap tumbuh kembang masa depan generasi bangsa, bukan bisnis negara.

Karenanya negara harus hadir dalam memberikan kemudahan akses pendidikan untuk mencerdaskan bangsa, bukan untuk sekadar memenuhi kebutuhan pasar.

“Untuk mendapat manfaat bonus demografi dan memanen SDM unggul Indonesia Emas 2045, maka prioritas kita tentulah bagaimana generasi muda mendapatkan pendidikan dengan kualitas terbaik, dengan pelayanan terbaik, dan dengan alokasi yang terbaik,” ujar Alumnus Master Psikologi Terapan Universitas Indonesia ini.

Karenanya, menurutnya, terdapat dua hal harus terjadi secara simultan:

Pertama, negara harus hadir lewat regulasi yang membantu PTN agar bisa mendiri sekaligus mendorong terbukanya akses pendidikan.

Kedua, Perguruan Tinggi juga harus mampu memberdayakan badan usaha agar beban operasional pendidikan tinggi tidak sepenuhnya ditanggung oleh mahasiswa.

 

(Aak)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
Diisukan Gabung Malut United, Gustavo Franca Akui Kontraknya Bersama Persib Hanya Menyisakan Beberapa Bulan ke Depan
Diisukan Gabung Malut United, Gustavo Franca Akui Kontraknya Bersama Persib Hanya Menyisakan Beberapa Bulan ke Depan
Persib Bandung Penuhi Undangan Makan Siang dari Wakil Gubernur Jawa Barat 
Persib Bandung Penuhi Undangan Makan Siang dari Wakil Gubernur Jawa Barat 
Industri Nikel RI Buat Standarisasi Global
Tangkal Kampanye Negatif, Industri Nikel RI Buat Standarisasi Global
Longsor Salawu Tasikmalaya Akibatkan Lima Rumah Rusak Berat, Belasan Lainnya Terancam
Longsor Salawu Tasikmalaya Akibatkan Lima Rumah Rusak Berat, Belasan Lainnya Terancam
Sahrul Gunawan
Gagal Kuliah di UGM Gegara Dilarang Ngekos, Anak Sahrul Gunawan Ngambek!
Berita Lainnya

1

Ini Sosok Bu Guru Salsa Viral

2

10 Anomali Brainrot yang Lagi Viral, Ini Asal Usulnya!

3

7 Cara Menghentikan Langganan Pembayaran Otomatis pada Google Play, Ponsel dan Web

4

Cara Menggunakan Ice Liker, Gampang Banget!

5

Link Nonton Film Bad Boys: Ride or Die Sub Indo Anti Ngantri!
Headline
Banjir-Longsor Akibatkan Jalan dan Listrik di Tasikmalaya Terputus
Banjir-Longsor Akibatkan Jalan dan Listrik di Tasikmalaya Terputus
Ribuan Bobotoh Ramaikan Masak Besar Bobon Santoso, Batagor Khas Bandung Jadi Hidangan Andalan 
Ribuan Bobotoh Ramaikan Masak Besar Bobon Santoso, Batagor Khas Bandung Jadi Hidangan Andalan 
Sapi kurban Prabowo - Instagram Dispernakan Bandung Barat
2 Sapi Limosin Raksasa Asal Bandung Barat Lolos Seleksi Kurban Presiden Prabowo
Anggaran Pendidikan 2026 Tembus Rp 761 Triliun
Fantastis! Anggaran Pendidikan 2026 Tembus Rp 761 Triliun

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.