JJI Minta Kembalikan Pendidikan Sebagai Public Good, Bukan Komoditas Bisnis Dalam Pemenuhan Kebutuhan Tersier

[info_penulis_custom]
Bayar UKT Lewat Pinjol
Ilustrasi- Seorang Mahasiswa sedang Berada di sebuah perpustakaan (library.maranatha.ed)
[galeri_foto] [youtube_embed]

Bagikan

JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Belum selesai perdebatan soal banyaknya pungutan liar dan mahalnya biaya sekolah, yang belakangan ramai melalui skema program studi tour dan wisuda, kini publik disuguhi gonjang-ganjing tingginya biaya UKT di perguruan tinggi.

Bahkan, pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kemendikbudristek Tjitjik Sri Tjahjandarie, Kornas JPPI Ubaid Matraji mengatakan, mampu melukai perasaan masyarakat dan menciutkan mimpi anak bangsa untuk bisa duduk di bangku kuliah. Dengan tegas, ibu Tjitjik menyatakan bahwa pendidikan tinggi (PT) adalah kebutuhan tersier.

Menurut Ubaid, meletakkan pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersiar adalah salah besar .

Jika PT adalah kebutuhan tersier, lalu negara lepas tangan soal pembiayaan, bagaimana dengan nasib pendidikan dasar dan menengah (yang masuk program Wajib Belajar 12 Tahun) yang merupakan kebutuhan primer, apakah pemerintah sudah membiayai?

Ternyata pembiayaan hanya dilakukan dengan skema bantuan (BOS), bukan pembiayaan penuh. Akibatnya, ditemukan jumlah anak tidak sekolah (ATS) yang masih menggunung. Berdasarkan data BPS 2023, ATS masih ditemukan di tiap jenjang, SD (0,67%), SMP (6,93%), dan SMA/SMK (21,61%).

“Jika kalkulasi, JPPI mengestimasi populasi ATS ini mencapai 3 juta lebih. Ini jumlah yang sangat besar,” kata Ubaid dalam keterangannya, Jumat (17/5/2024).

Jelas, faktor utama penyebab ATS ini adalah soal ekonomi, kemampuan untuk membayar biaya sekolah. Artinya, sekolah di Indonesia hari ini masih berbayar, dan pendidikan bebas biaya seperti diamanahkan oleh UUD 1945 (Pasal 31) dan UU Sisdiknas (Pasal 34), masih sebatas retorika omon-omon.

Bagaimana degan PT? Tentu lebih mengenaskan lagi. *Berdasarkan data BPS pada Maret 2023, hanya ada 10,15% penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang sudah menamatkan pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi.* Akses yang masih sangat kecil ini, menurut Ubaid, tentu karena biaya yang mahal. Apalagi pemerintah menganggap PT ini sebagai kebutuhan tersier.

Karena itu, JPPI menuntut agar pemerintah mengembalikan pendidikan kita, termasuk di pendidikan tinggi, sebagai public good dan menolak segala bentuk komersialisasi di perguruan tinggi, khususnya di PTNBH.

Mengapa harus public good, dan bukan kebutuhan tersier? Jelas karena pendidikan adalah menyangkut hajat hidup dan kebutuhan seluruh warga negara yang harus dipenuhi. Siapa yang bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan itu? Amanah ini jelas termaktub dalam pembukkan UUD 1945 alinea 4, yang menyatakan bahwa, salah satu tujuan utama berdirinya NKRI ini adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dia menjelaskan bahwa pemerintah sebagai pengemban amanah ini, harus mempertanggungjawabkan kepada masyarakat soal agenda ini. Dalam rangka menuju bangsa yang cerdas dan berdaya saing global, tentu pendidikan hinga SMA/SMK saja tidak cukup, anak-anak Indonesia harus bisa mendapatkan layanan pendidikan hinggi perguruan tinggi. Karena itu, peran dan keberpihakan pemerintah sangat penting.

“Jadi, negara harus hadir dan berpihak kepada semua dalam menjalankan amanah konstitusi dan bertanggung jawab penuh untuk menyediakan layanan pendidikan tinggi. Ini harus dilakukan pemerintah supaya setiap warga negara mendapat kesempatan sama (non-excludability) dan tidak berkompetisi saling mengalahkan (non-rivalry) dalam mengaksesnya,” ungkapnya.

BACA JUGA: UKT Naik Dikeluhkan Mahasiswa, DPR: Tidak Wajar
Karena itu, terkait dengan polemik UKT ini, JPPI memberikan beberapa rekomendasi :

1. Kemendikburistek harus mengembalikan posisi pendidikan tinggi sebagai public good, dan jangan letakkan PT sebagai kebutuhan tersier, karena menyalahi amanah UUD 1945.

2. DPR RI, Kemendikbudristek, bersama masyarakat sipil harus melakukan evaluasi total kebijakan Kampus Merdeka yang mendorong PTN menjadi PTN-BH yang jelas berperan besar dalam melambungkan tingginya biaya UKT, karena pemerintah tidak lagi menanggung biaya pendidikan, lalu dialihkan beban tersebut ke mahasiswa melalui skema UKT.

3. Kemendikbudristek harus cabut Permendikbudristek No.2 tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi, karena ini dijadikan landasan kampus dalam menentukan tarif besaran UKT.

4. Pimpinan kampus harus melindungi hak mahasiswa untuk bersuara dan bisa melanjutkan kuliah. Jangan persekusi dan intimidasi mahasisa yang sedang berpendapat di muka umum. Juga, pimpinan kampus harus memsperbaiki data KIP Kuliah supaya tepat sasaran dan Menyusun Kembali besarn UKT disesuaikan dengan kemampuan bayar mahasiswa.

5. JPPI juga meminta para guru besar di kampus untuk tidak diam dalam menyikapi protes dan polemik soal UKT ini. Jangan hanya ketika hajatan politik saja, para guru besar ini bersuara, tapi saat mahasiswa butuh dukungan, para guru besar di kampus harus bersuara dan mengembalikan marwah kampus sebagai tempat mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan sebagai lahan bisnis.

(Agus Irawan/Usk)

Baca berita lainnya di Google News dan Whatsapp Channel
Berita Terkait
Berita Terkini
Diisukan Gabung Malut United, Gustavo Franca Akui Kontraknya Bersama Persib Hanya Menyisakan Beberapa Bulan ke Depan
Diisukan Gabung Malut United, Gustavo Franca Akui Kontraknya Bersama Persib Hanya Menyisakan Beberapa Bulan ke Depan
Persib Bandung Penuhi Undangan Makan Siang dari Wakil Gubernur Jawa Barat 
Persib Bandung Penuhi Undangan Makan Siang dari Wakil Gubernur Jawa Barat 
Industri Nikel RI Buat Standarisasi Global
Tangkal Kampanye Negatif, Industri Nikel RI Buat Standarisasi Global
Longsor Salawu Tasikmalaya Akibatkan Lima Rumah Rusak Berat, Belasan Lainnya Terancam
Longsor Salawu Tasikmalaya Akibatkan Lima Rumah Rusak Berat, Belasan Lainnya Terancam
Sahrul Gunawan
Gagal Kuliah di UGM Gegara Dilarang Ngekos, Anak Sahrul Gunawan Ngambek!
Berita Lainnya

1

Industri Ekspor Tertekan Tarif AS: Penguatan Ekonomi Domestik Bukan Lagi Pilihan Tapi Keharusan

2

ESDM Sebut Banjir Pasokan di Pasar Internasional jadi Salah Satu Penyebab Harga Nikel Turun

3

Ibis Bandung Pasteur Perkenalkan Signature Menu: Warisan Rasa dalam Hidangan Premium

4

Komdigi Terbitkan Aturan Pembatasan Diskon-Gratis Ongkir, Cek Isi Aturannya

5

Ribuan Bobotoh Ramaikan Masak Besar Bobon Santoso, Batagor Khas Bandung Jadi Hidangan Andalan 
Headline
Banjir-Longsor Akibatkan Jalan dan Listrik di Tasikmalaya Terputus
Banjir-Longsor Akibatkan Jalan dan Listrik di Tasikmalaya Terputus
Ribuan Bobotoh Ramaikan Masak Besar Bobon Santoso, Batagor Khas Bandung Jadi Hidangan Andalan 
Ribuan Bobotoh Ramaikan Masak Besar Bobon Santoso, Batagor Khas Bandung Jadi Hidangan Andalan 
Sapi kurban Prabowo - Instagram Dispernakan Bandung Barat
2 Sapi Limosin Raksasa Asal Bandung Barat Lolos Seleksi Kurban Presiden Prabowo
Anggaran Pendidikan 2026 Tembus Rp 761 Triliun
Fantastis! Anggaran Pendidikan 2026 Tembus Rp 761 Triliun

Dapatkan fitur lebih lengkap di aplikasi Teropong Media.