JAKARTA, TEROPONGMEDIA.ID — Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Marullah Matali, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penyalahgunaan jabatan dan praktik nepotisme.
Pelapor menuding pejabat tinggi Pemprov DKI ini mengangkat anak kandung, saudara, dan kerabatnya di berbagai posisi strategis lingkungan pemerintahan ibu kota.
Laporan tersebut juga mengungkap adanya indikasi pemerasan hingga praktik jual beli jabatan yang diduga melibatkan orang-orang dekat Marullah.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo membenarkan telah menerima laporan tersebut dan sedang melakukan proses telaah awal.
“KPK secara prosedural akan menelaah setiap pengaduan masyarakat untuk memverifikasi validitas informasi dan substansi laporan,” jelas Budi kepada wartawan, Rabu (14/5/2025).
Budi menambahkan, lembaganya saat ini sedang mengumpulkan bahan keterangan pendukung.
“Kami akan melakukan verifikasi apakah materi laporan memenuhi unsur tindak pidana korupsi dan termasuk dalam kewenangan KPK,” tegasnya.
Proses verifikasi ini menjadi tahap krusial sebelum KPK memutuskan untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Hingga berita ini diturunkan, Marullah Matali belum memberikan pernyataan resmi menanggapi laporan tersebut.
BACA JUGA
Marullah Matali Kembali Jadi Sekda DKI Jakarta
Pramono Ungkap Pemprov DKI Jakarta akan Siapkan sekolah Swasta Gratis
Bantahan Pelaporan
Sebelumnya, Ketua Koalisi Pemerhati Jakarta Baru (Katar), Sugiyanto, memberikan klarifikasi terkait laporan dugaan penyalahgunaan jabatan yang menjerat Sekretaris Daerah DKI Jakarta Marullah Matali.
Laporan yang sebelumnya diklaim berasal dari Wahyu Handoko, ASN Badan Kepegawaian Daerah Pemprov DKI, ternyata dibantah oleh pelapor yang disebut-sebut.
“Saya telah menemui Wahyu Handoko langsung, dan dengan tegas dia membantah telah melaporkan Pak Marullah ke KPK,” tegas Sugiyanto dalam keterangannya.
Dikatakan, pernyataan ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai validitas laporan yang sebelumnya ramai diberitakan.
Laporan awal yang beredar menyebut Marullah diduga melakukan dugaan penyalahgunaan jabatan, praktik korupsi, hingga intimidasi terhadap pejabat daerah.
Namun dengan adanya pembantahan ini, kata Sugiyanto, kasus yang sempat menjadi sorotan publik tersebut kini dipertanyakan kebenarannya.
Sugiyanto menegaskan pentingnya verifikasi fakta sebelum menyebarkan informasi terkait kasus hukum.
“Kita harus lebih hati-hati dalam menanggapi isu seperti ini, jangan sampai ada pihak yang dirugikan oleh informasi yang tidak akurat,” tambahnya.
(Aak)